KUA Menolak, Pengadilan Agama Mengizinkan
Oleh. Rizqi Nugraha Zulkifli, S.Sy.
Pada tanggal 14 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. dengan adanya undang-undang ini terdapat perubahan mendasar mengenai batas usia minimal untuk menikah, yang sebelumnya bagi wanita adalah 16 tahun sedangkan bagi pria 19 tahun, sekarang batas usia minimal menjadi sama antara pria dan wanita, yaitu 19 tahun. Artinya, Kantor Urusan Agama akan menolak menikahkan pasangan yang masih belum berumur 19 tahun.
Pertanyaannya, apakah dengan menaikkan batas usia minimal untuk menikah dapat mengurangi pernikahan dini atau pernikahan remaja? Dalam undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa apabila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud yaitu 19 tahun, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup, bagitu bunyi pasal 7 ayat 2.
Artinya, undang-undang tersebut masih memberi peluang untuk menikah di bawah batas minimal usia perkawinan, yaitu dengan cara mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama. Sebenarnya tujuan undang-undang ini dalam menentukan batas minimal perkawinan sangatlah baik, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2019 Pasal 1 ayat 6, yaitu demi kepentingan terbaik bagi anak. Kepentingan terbaik bagi anak adalah semua tindakan yang harus dipertimbangkan untuk memastikan perlindungan, pengasuhan, kesejahteraan, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang anak.
Dalam Pasal 12 ayat 2 Perma Nomor 5 tahun 2019 tersebut juga menjelaskan tentang resiko-resiko perkawinan yang akan terjadi jika anak tetap ingin melanjutkan perkawinan di bawah usia minimal 19 tahun, yaitu kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak dan tidak bisa melanjutkan wajib belajar 12 tahun, belum siapnya organ reproduksi bagi anak, dampak ekonomi, sosial dan psikologis bagi anak serta potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Pada kenyataannya, undang-undang perkawinan yang baru telah berlaku, pernikahan dini di bawah usia minimal tetap terjadi. Dilihat dari perkara permohonan dispensasi kawin yang masuk ke Pengadilan Agama Ketapang, dari awal bulan Januari hingga akhir bulan Februari 2020, terdapat 40 perkara permohonan dispensasi kawin. Jumlah tersebut meningkat 10 kali lipat dari tahun 2019 dalam rentang waktu Januari-Februari yang hanya berjumlah 4 permohonan saja. Dari seluruh permohonan tersebut, semua alasan yang sangat mendesak adalah karena calon mempelai wanita telah hamil. Istilah yang sering didengar di masyarakat adalah karena kecelakaan.
Hal tersebut telah melampaui batas hukum agama maupun norma kesusilaan untuk seorang remaja yang masih gadis dan jejaka, dan hal tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja karena dapat mengakibatkan dosa, aib, keresahan, dan efek negatif lain yang lebih panjang, Kalau sudah seperti ini, maka ada kaidah fiqh yang menyatakan:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya “Menolak kemafsadatan lebih didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”;
Oleh karena itu, menyatukan dan menyegerakan kedua anak yang masih di bawah umur dalam ikatan perkawinan yang sah merupakan jalan keluar dari keadaan mendesak sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Kondisi mendesak tersebut juga merupakan pintu darurat yang diperbolehkan sebagaimana pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Disamping itu, sesungguhnya janin (calon bayi) yang dikandung adalah calon bayi yang tidak bersalah yang harus dilindungi status hukumnya dan harus dijamin hak-haknya demi masa depan yang baik sebagaimana maksud ketentuan Pasal 1 angka 1-4 dan 12, serta Pasal 2, 3, 21, dan 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dengan adanya undang-undang perkawinan yang baru, pemerintah telah menutup sedemikian rupa terjadinya pernikahan di bawah umur. Akan tetapi melihat fenomena yang ada, dimana banyak terjadi “kecelakaan” yang memaksa terjadinya pernikahan di bawah umur, perlu peran serta orang tua, masyarakat dan tokoh agama agar selalu menjaga dan mengawasi pergaulan anak-anak dengan memberikan bimbingan agama yang kuat sehingga dapat meminimalisir terjadinya kehamilan di luar nikah, serta anak-anak perlu diberikan pemahaman dini mengenai resiko-resiko yang akan terjadi dalam pernikahan di usia remaja.
Akhirnya, semoga anak-anak Indonesia bisa menggapai impian dan cita-citanya tanpa terjerumus dalam pernikahan di bawah umur. ®
Sengketa Harta Bersama Berakhir Damai Di Tangan Mediator Selanjutnya
Pengambilan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Secara Live Streaming Sebelumnya
Komentar Tidak Diperkenankan.